Dalam meneliti, Ludwig hendak mencari jawaban apa yang membedakan para penguasa politik dari orang biasa, lalu membangun teori baru mengapa manusia mengejar kekuasaan dan mempertahankannya selama mungkin. Studinya dilakukan atas 1941 orang penguasa, dari negara-negara berkategori merdeka, yang masa kekuasaannya antara 1 Januari 1900 hingga 31 Desember 2000. Riset ia lakukan selama 18 tahun dan hasilnya termuat dalam buku tersebut di atas.
Pertanyaan mengenai mengapa pemimpin berkuasa, ia jawab dengan mengetengahkan teori, bahwa:
Pertanyaan mengenai mengapa pemimpin berkuasa, ia jawab dengan mengetengahkan teori, bahwa:
" ... that all of the usual reasons aspiring rules give for seeking high office are simply rationalization by them to do what they are socially and biologically driven to do." (p.1).
[" ... bahwa semua alasan yang biasa diberikan oleh calon penguasa dalam mencari jabatan tinggi tiada lain merupakan rasionalisasi mereka atas dorongan sosial dan biologisnya."]
Dari sini terlihat bahwa Ludwig menggunakan aneka studi yang berkembang dalam perspektif biopolitik yaitu studi etologi (perilaku hewan) yang berbasis teori evolusi, bahwa manusia mewarisi genetik ordo mereka (primata) kendati mampu memperhalusnya dalam dorongan sosial dengan kemampuan berbahasa. Juga kondisi hormonal manusia, khususnya pengaruh cairan dan bagian-bagian dalam otak manusia yang memicu tindakan politik.
![]() |
https://www.goodreads.com/book/show/1903093.King_of_the_Mountain |
Guna mendukung teorinya (mengapa pemimpin berkuasa), Ludwig menyodorkan 9 fakta. Pertama, semua bangsa pasti punya pemimpin. Kendati bangsa itu diperintah secara demokratis, junta, oligarkis, monarki, tetap saja penduduknya mencari 1 orang figur pemimpin. Kedua, semua penguasa adalah laki-laki. Persoalan ini mungkin akan mendapat tentangan dari kaum feminis. Namun, Ludwig menyatakan dalam peta politik global, penguasanya hampir semua laki-laki. Tidak ada perempuan penguasa yang mampu berkuasa selaku diktator ataupun punya kekuasaan absolut. Kekuasaan mereka selalu diderivasi dari laki-laki (ayah, suami, kakak, dan kerabat lain).
Ketiga, setiap penguasa (yang tentunya laki-laki) punya akses besar untuk reproduksi seksual. Para penguasa itu cenderung memiliki pasangan lebih dari satu, bahkan memiliki harem. Harem ini mengemuka di model kekuasaan tirani dan monarki. Keempat, faktor-faktor seperti intelijensi, bakat, kejeniusan, atau keahlian terlihat kurang begitu menentukan untuk jadi seorang penguasa. Para penguasa ini tidak melewati fase seperti fit and proper test atau terlebih dahulu harus menunjukkan kompetensi administratif mereka. Mereka berkuasa ya karena mereka mampu berkuasa. Itu saja.
Kelima, secara mental penguasa tidak perlu sehat jiwa, rasional, atau kompeten secara mental. Ludwig membentangkan fakta banyak penguasa yang justru alkoholik, menggunakan narkoba, depresi, mania, dan paranoia. Basis keilmuan Ludwig yaitu psikiatris membedah masalah mental para penguasa secara argumentatif. Kita akan tercengang bahwa ternyata banyak penguasa yang pernah kita dengar namanya menderita penyakit-penyakit mental seperti itu, tetapi mampu berkuasa bahkan dalam periode panjang. Keenam, kendati faktor intelektual dan kemampuan akademik kurang relevan dalam berkuasa, tetapi faktor seperti keberanian lebih menentukan. Ludwig menyatakan "being 'warrior' is important for being a hero, and being a hero is important for being a ruler." (p.3).
Ketujuh, fakta yang ditemukan Ludwig adalah, banyak penguasa tidak pernah belajar dari pengalaman para pendahulunya. Mereka (para penguasa ini) tampak kurang suka berkonsultasi dengan penguasa pendahulunya. Mereka terjebak gemerlapnya kursi kekuasaan. Kedelapan, dalam memperoleh kekuasaan, para penguasa merisikokan hidup mereka lalu setelah memperolehnya, mereka juga merisikokan hidup mereka guna mempertahankannya. Banyak para penguasa yang harus berjuang menghadapi usaha asasinasi, eksekusi, atau percobaan bom bunuh diri. Ini membuat "berkuasa" adalah jenis pekerjaan yang berbahaya.
Kesembilan, para penguasa yang beroleh status legendaris cenderung pernah melakukan upaya penaklukan bangsa lain, memenangkan perang besar, memperluas wilayah negara, mendirikan bangsa baru, mentransformasi masyarakat mereka, dan coba menularkan keyakinan mereka atas bangsanya.
Asumsi dasar teori penguasa Ludwig adalah:
Asumsi dasar teori penguasa Ludwig adalah:
" ... no credible, explanation of ruling can ignore the potential influences of biology ... humans are mammals who belong to the order of primates, the family of hominids, the genus of hommo, and the species of sapiens. As primates, they share the characteristics of other higher primates and so can be expected thing else about the process of becoming an being a ruler begins to make sense." (p.4). "
[... tidak ada penjelasan yang kredibel dari para penguasa yang dapat mengabaikan potensi pengaruh biologi ... manusia adalah mamalia yang termasuk dalam ordo primata, famili hominid, genus hommo, dan spesies sapiens. Sebagai primata, mereka memiliki ciri-ciri yang sama dengan primata tingkat tinggi lainnya sehingga dapat diharapkan hal lain seputar bagaimana proses menjadi seorang penguasa mulai dapat dipahami.]"(hlm.4).
Inilah studi etologi yang menjadi basis Ludwig dalam menganalisis perilaku para penguasa tahun 1900 hingga 2000. Bagi Ludwig, politik adalah perilaku primitif yang paling punya akar lama ditinjau dalam sejarah evolusi manusia. Fenomena seperti agitasi politik, debat, dan administratif, secara etologis dapat dilihat perbandingan kasarnya dengan kelompok-kelompok primata besar.
Bagi Ludwig, berbeda dengan ilmu eksak, seni, maupun filsafat yang dikelola oleh bagian neokorteks dari otak (bagian termaju dalam evolusi), kegiatan politik banyak dikelola oleh bagian gonad dan adrenal glands. Keduanya ada di sistem limbik dan hipotalamus, bagian paling purba dari otak manusia. Bagian ini berkenaan dengan reaksi manusia atas fight-or-flight, teritorial, agresi, seks, dan bertahan hidup.
Setiap pemimpin tentu saja memiliki tekanan berbeda saat berkuasa, apakah itu di neokorteks ataukah limbik. Namun, selama berkenaan dengan masalah-masalah politik, pendorong utama adalah pemrosesan data di sistem limbik itu. Dan, itulah kunci sukses seorang penguasa dapat merebut kekuasaan dan mempertahankannya. Inilah yang membuat seorang penguasa, tidak perlu terlebih dahulu menjadi ilmuwan politik, ahli ketatanegaraan, mengikuti sekolah partai, pakar ideologi, dan sejenisnya. Dorongan-dorongan sistem limbik lah yang lebih menentukan kesuksesan mereka berkuasa.
Setiap pemimpin tentu saja memiliki tekanan berbeda saat berkuasa, apakah itu di neokorteks ataukah limbik. Namun, selama berkenaan dengan masalah-masalah politik, pendorong utama adalah pemrosesan data di sistem limbik itu. Dan, itulah kunci sukses seorang penguasa dapat merebut kekuasaan dan mempertahankannya. Inilah yang membuat seorang penguasa, tidak perlu terlebih dahulu menjadi ilmuwan politik, ahli ketatanegaraan, mengikuti sekolah partai, pakar ideologi, dan sejenisnya. Dorongan-dorongan sistem limbik lah yang lebih menentukan kesuksesan mereka berkuasa.
Dalam politik, kharisma, kemampuan orasi, manipulasi, dan intimidasi dari seorang penguasa lebih menjamin kesuksesan. Ludwig sebab itu menyatakan:
" ... human politics can be explained readily on the basis of a primate model of ruling that was patterned after that of our simian ancestors and perpetuated throughout the process of evolution, from Australopithecus to homo habilis, to homo erectus, and finally to homo sapiens." (p. 19).
" ... politik manusia dapat dijelaskan dengan mudah berdasarkan model pemerintahan primata yang terpola sejak nenek moyang simian kita serta diabadikan selama proses evolusi, mulai dari Australopithecus hingga homo habilis, hingga homo erectus, dan akhirnya hingga homo sapiens."(hlm. 19).
Dengan demikian, evolusi bersifat dua yaitu bersifat fisik dan mental. Sapies mengalami kedua hal ini, sementara manusia neanderthal, habilis, ataupun pithecanthropus erectus hanya mengembangkan evolusi yang bersifat fisik belaka. Akhirnya, mereka kalah dalam bersaing melawan sapiens.
Hal menarik lain dari buku Ludwig ini adalah penyusunan indeks Political Greatness, yang merupakan upaya beraninya memeringkat 1941 orang penguasa dari 1 Januari 1900 hingga 31 Desember 2000. Indeks ini ia bangun dari 7 kriteria yaitu Dominance, Contrariness, Personal Presence, Change Agent, Vanity, Courage, dan Wary Unease.
Dominance adalah dorongan para penguasa menjadi orang utama di kelompok, organisasi, partai politik, wilayah geografis, bahkan dunia. Contrariness adalah kecenderungan para penguasa untuk menjadi 'deviant' terhadap penguasa lama. Personal Presence adalah kemampuan mendominasi seorang penguasa lewat keutamaan-keutamaan yang seolah-olah mistis, dan kharisma adalah salah satunya.
Change Agent adalah pemposisian penguasa untuk mengambil keputusan di saat kritis, mengambil inisiatif berani, mengubah ideologi, atau memperkenalkan aneka program baru kepada masyarakatnya. Vanity adalah 'dignitas' yaitu konsep keutamaan yang dialamatkan pada seorang penguasa seperti "his pride, his integrity, his word, his intelligence, his deeds, his ability, his knowledge, his standing, his worth as a man" yang menjadi trademark orisinal si penguasa. Terakhir, yaitu Courage adalah keberanian seorang pemimpin mengorbankan nyawa di depan pengikutnya.
Dari pengindeksan yang ia lakukann, Ludwig lalu menyusun peringkat penguasa. Ludwig, sesuai asumsinya tidak memandang apakah rezim yang dikembangkan demokratis atau otoritarian. Baginya, cukup ke-7 pilar Political Greatness sebagai ukuran. Hasil ringkasnya sebagai berikut:
Tidak mungkin artikel saya yang singkat ini memuat semua, yaitu 1941 orang penguasa seperti dianalisis Ludwig berikut peringkatnya. Silakan untuk membaca sendiri buku Ludwig ini secara lebih lanjut. Namun, dari yang telah disebutkan dapat kiranya dianalisis model kepemimpinan seperti apa yang diberlangsungkan oleh masing-masing penguasa. Disebut "penguasa" karena orang-orang tersebut cenderung diikuti oleh pengikutnya hampir tanpa reserve, bahkan sejumlah orang di negara seperti Amerika Serikat (Roosenvelt, Truman).
Dari pengindeksan yang ia lakukann, Ludwig lalu menyusun peringkat penguasa. Ludwig, sesuai asumsinya tidak memandang apakah rezim yang dikembangkan demokratis atau otoritarian. Baginya, cukup ke-7 pilar Political Greatness sebagai ukuran. Hasil ringkasnya sebagai berikut:

Tidak mungkin artikel saya yang singkat ini memuat semua, yaitu 1941 orang penguasa seperti dianalisis Ludwig berikut peringkatnya. Silakan untuk membaca sendiri buku Ludwig ini secara lebih lanjut. Namun, dari yang telah disebutkan dapat kiranya dianalisis model kepemimpinan seperti apa yang diberlangsungkan oleh masing-masing penguasa. Disebut "penguasa" karena orang-orang tersebut cenderung diikuti oleh pengikutnya hampir tanpa reserve, bahkan sejumlah orang di negara seperti Amerika Serikat (Roosenvelt, Truman).
Rata-rata penguasa muncul di saat-saat kritis negara dan bangsanya. Mereka memimpin rakyatnya melewati masa-masa sulit seperti Sukarno, Soeharto, ataupun deGaulle. Atau justru memasuki masa-masa kelam komunisme seperti Mao Zedong, Lenin, ataupun Stalin. Patokan Ludwig adalah ke-7 alat ukur indeksnya dari sudut pandangnya selaku psikiatris.
Referensi
Arnold M. Ludwig, King of the Mountain: The Nature of Political Leadership (Kentucky: The University of Kentucky Press, 2002).
Yuval Noah Harari, Sapiens (Jakarta: Gramedia, cet. 16, 2020).
0 Komentar
Silakan tulis komentar Anda.