Siapakah Vilfredo Pareto
Sebelum dibahas pikiran Pareto mengenai elit dan sirkulasi elit, ada baiknya sedikit dikisahkan latar belakang pemikir ini. Vilfredo Pareto (1848 – 1923) adalah sosiolog dan ekonom Italia. Ia terkenal karena membangun teori elitisme dalam politik, juga sejumlah konsep dalam bidang ekonomi. Setelah menggondol gelar di bidang matematika dan doktoral di bidang teknik, Pareto mulai menulis aneka masalah ekonomi, juga mempelajari politik dan filsafat.
![]() |
Vilfredo Pareto https://www.britannica.com/money/Vilfredo-Pareto |
Saat tinggal di Florence, Pareto aktif secara politik terutama dalam menentang Partai Demokrasi Italia yang tengah berkuasa saat berkuasa. Pandangan Pareto serupa dengan liberalisme klasik, yaitu menentang intervensi negara atas pasar bebas.
Pada tahun 1886 Pareto bergabung dengan sebuah fakultas di Universitas Florence. Di sana ia mengajar mata kuliah ekonomi dan manajemen. Setelah mundur dari kegiatan mengajar, ia mulai menulis dan berbicara terutama dalam menentang pemerintah. Kritik yang ia lancarkan membuatnya mustahil meraih jabatan akademik di Italia.
Pada sisi lain, sesuai aktivitasnya yang cenderung anti pemerintah, polisi pun kerap mengganggu kuliah umum yang ia adakan. Ujungnya ia bermigrasi ke Swiss. Di sana ia kemudian menjadi ketua program studi ekonomi politik di Universitas Lausanne. Di Lausanne inilah Pareto melanjutkan kritiknya atas kebijakan ekonomi pemerintah Italia melalui artikelnya di sebuah jurnal bernama Giornale degli Economisti (Kurian, 2011: 1175-6).
Kendati tidak pernah menjadi anggota Partai Fasis, gagasan Pareto dikagumi oleh diktator Italia, Benito Mussolini. Mussolini kerap menghadiri sejumlah kuliah Pareto di Lausanne. Setelah Mussolini duduk di kekuasaan, ia menominasikan bagi Pareto sebuah kursi Senat Italia dan menugaskannya selaku delegasi dalam Konferensi Jenewa mengenai "Perlucutan Senjata." Akibat kesehatan yang buruk, Pareto menolak penunjukan ini. Kendati demikian, lewat surat-menyurat, ia memberikan saran-saran pada Mussoloni seputar kebijakan sosial dan ekonomi.
Pareto adalah kontributor penting bagi sosiologi dan ekonomi. Ia menciptakan hukum Pareto tentang distribusi pendapatan. Menurutnya, distribusi pendapatan dan kekayaan mengikuti logaritma: log N = log A + m log x. N adalah jumlah pemeroleh income yang menerima pendapatan lebih tinggi dari x, dan A serta m adalah konstanta.
Pareto juga mempertanyakan konsep Utilitas, yang menyatakan bahwa saat orang membuat keputusan ekonomi, mereka dipandu oleh apa yang mereka pikir dan kehendaki darinya, bukan atas apa pentingnya keputusan tersebut bagi kehidupannya. Juga Pareto memperkenalkan Optimalitas Pareto, yaitu alokasi optimal Pareto bahwa dalam hal alokasi sumber daya, tidak mungkin membuat seseorang lebih baik tanpa membuat orang lainnya menjadi lebih buruk.
Elit-elit Pareto
Seperti telah diungkap, Pareto menggunakan istilah elit guna menandai kelompok sosial yang superior, misalnya sekelompok orang yang menunjukkan kemampuan tinggi di aneka bidang aktivitas masing-masing. Elit selalu merupakan kelompok minoritas, tetapi selalu berperan dalam pengambilan keputusan penting di tengah masyarakat.
Bagian lain dari masyarakat adalah massa. Massa dicirikan oleh kurangnya kualitas kepemimpinan dan rasa takut dalam memikul tanggung jawab. Bagi massa adalah lebih aman sekadar mengikuti elit.
Secara historis, governing elites berasal dari aristokrasi keturunan, dan mereka ini yang paling terberkahi dan berbakat. Analisis Pareto ini serupa dengan analisis-analisis Max Weber (sosiolog Jerman), yang saat itu masa hidup mereka berdua (Pareto dan Weber) tengah ditandai peralihan dari elit-elit tradisional ke elit-elit modern atau lega-rasional.
Terberkahi dan berbakat ini adalah jenis superioritas yang bersifat kualitatif dan menempel pada diri setiap elit di setiap masyarakat. Secara sosial kaum governing elites ini memonopoli kekuasaan dan privilese (keistimewaan). Sirkulasi elit dalam masyarakat tradisional atau aristokrat cenderung berjalan cukup lambat.
Namun, dalam konteks masyarakat modern, sirkulasi elit dan demokrasi elektoral mengintensifkan sirkulasi elit, membuat sirkulasi elit berlangsung dengan lebih cepat. Situasi ini membuat aristokrasi keturunan sedikit tersubmisi. Namun Pareto menjelaskan bahwa komposisi governing elites modern komposisinya bersifat selektif, yang selalu berisikan orang-orang serta kelompok yang direkrut dari aneka kelas dan strata masyarakat.
Dari sini, kelompok borjuis yang terprivilese tetap merupakan asal-usul elit yang dominan karena kualitas-kualitas superior yang mereka miliki jarang dimiliki oleh elit-elit baru yang relatif tersebut di kalangan massa.
Hal yang perlu diingat dari pikiran Pareto adalah, bagi Pareto konsep kelas ataupun status governing elites secara kualitas ada di bawah profil psikologi mereka. Dengan demikian, profil psikologi ini jauh lebih penting ketimbang kelas ataupun status mereka. Profil pribadi yang bersifat psikologis merupakn kata kunci dari sifat personalitas seperti apa yang nantinya secara dominan akan mereka terapkan, sehingga akan membentuk pemerintahan seperti apa yang akan mereka jalankan.
Kualitas psikologi ini merupakan syarat agar elit mampu menarik aliansi agar mendekat kepadanya. Bagi Pareto pula, kepentingan ekonomi selalu merupakan determinan penting dalam hal pilihan dan tindakan dari para elit yang memerintah (governing elite).
Namun, Pareto mempostulasikan bahwa dalam konteks kekuasaan jangka panjang, bias non-logis yang kuat, hasrat, nilai, dan cara pembenaran dari merekalah yang akan lebih menentukan kesuksesan mereka (Higley and Pakulski, 2012: 112-8). Terdapat tiga aspek dari elit yang memerintah (governing elites) dari Pareto yang harus diperhatikan.
Pertama, ia memandang governing elites sebagai pengelompokan rumit aneka kelompok kuat baik secara politik, ekonomi, dan sosial. Mereka inilah yang ada di jantung setiap pemerintahan. Anggota governing elites diberikan dua pilihan seputar cara mengatur politik, yaitu persuasi dan koersi.
Masing-masing elit tentu berbeda pilihan cara mengatur politik, dan biasanya (menurut Pareto) satu elit hanya menerapkan satu gaya. Pareto juga berpendapat bahwa governing elites sifatnya monolitik. Persatuan antara mereka ada pada level "meta-politik," yaitu saling berbagi wawasan dan prinsip konsensus seputar batasan patronase politik dan gaya pemerintahan yang mungkin diterapkan secara bersama atas mereka.
Kedua, baik dengan Weber, Michels, ataupun Mosca, Pareto setuju bahwa eksekutif pemerintahan di negara birokrasi modern menguasai kendali atas kebijakan nasional. Namun, kendati demikian perubahan kebijakan nasional sifatnya selalu top-to-bottom ketimbang bottom-to-up.
Pareto juga setuju bahwa kekuasaan negara ada di tangan kepentingan kaum “plutokratik borjuis" (kamu borjuis dengan kekayaan material signifikan). Namun, kendati penguasaan negara ada di tangan Plutokrat, elit yang memerintah (governing elites) menikmati posisi yang memungkinkan mereka dapat berposisi otonom dari pengaruh para Plutokrat, bahkan mampu menjinakkan kepentingan mereka bahkan mencampakkan kekayaan mereka lewat serangkaian peraturan yang bersifat umum.
Ketiga, Pareto menteorisasikan bahwa governing elites dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu Class I dan Class II. Class I berkemampuan untuk mengkombinasikan aneka hal seperti cara-cara yang inovatif sehingga membuat governing elites bertindak seperti rubah. Class II umumnya berkemampuan mempertahankan dan mengembalikan situasi lama. Misalnya jenis masyarakat yang tadinya hendak diubah, sehingga membuat governing elit bertindak seperti "singa."
Pareto mengulangi lagi bahwa governing elites yang seperti rubah selalu akan bertindak licik, inventif, inovatif, dan manipulatif. Governing elites yang seperti singa bertindak dengan idealisme, tanpa toleransi, dan sangat kuat keinginannya menggunakan kekuatan (terutama fisik) dalam mencapai dan merekat kesatuan sosial.
Kategori Pareto mengenai Class I dan Class II ini kemudian dikembangkan oleh Alasdair Mashall. Marshall menambahkan karakter psikologi Class I sebagai governing elites yang bersifat hedonistik (mencari kesenangan hidup belaka), tak memberi perhatian pada masalah agama, bersifat toleran, dan punya kemampuan dalam menempuh risiko. Sementara untuk Class II adalah setia pada kelompok, paranoia, anti introspeksi, konservatif, dan obsesif dalam menilai segala hal.
Untuk sekadar merangkum, kualitas elit dibedakan Pareto menjadi rubah dan singa. Ini mengingatkan kita akan pikiran Machiavelli, "senior" Pareto. Bagi Pareto, singa ditandai oleh keberanian dan lebih cocok untuk berkuasa manakala elit tengah berupaya mempertahankan status quo dalam kondisi stabil. Sementara Rubah ditandai oleh kecerdikan sehingga adaptif dan inovatif untuk mengatasi periode perubahan.
Sirkulasi Elit
Di dalam kelompok elit, Pareto membedakan adanya dua kelompok yaitu “governing elite” dan “non-governing elite.” Governing elite adalah mereka yang tengah memegang kekuasaan. Non-governing elite adalah mereka yang secara konstan (terus-menerus) berusaha menggantikan posisi governing elite dengan menunjukkan kemampuan dan kecanggihan yang lebih baik ketimbang governing elite (Gauba, 2009: 293-4).
Perilaku para elit ditandai oleh persaingan konstan (terus-menerus) antara governing elite versus non-governing elite. Persaingan ini kemudian memunculkan apa yang disebut sebagai sirkulasi elit. Dalam pandangan Pareto, massa tidak memiliki kesempatan untuk memasuki peringkat agar dapat disebuat sebagai bagian dari para elit.
Sirkulasi elit adalah fenomena kebangkitan elit baru dan memudarnya elit lama secara berkelanjutan (The Sociology, 12). Bagi Pareto ini adalah hukum sejarah yang tidak bisa ditolak masyarakat manapun. Pareto memandang bahwa semua masyarakat berisikan dua kategori analitik dan saling berinteraksi. Kategori tersebut adalah massa yang jumlahnya besar tetapi powerless dan powerful elite.
“Powerful elite” ini kemudian dibagi menjadi dua kategori pula, yaitu elit yang memerintah (governing) dan elit yang tidak memerintah (non-governing). Termasuk ke dalam Ruling Elite seluruh anggota kelas yang memainkan peran langsung dan tak langsung di level tertinggi kekuasaan.
Menurut Pareto pula, populasi sebagai keseluruhan, dapat dipecah ke dalam elit bipartit (Governing Elite dan Non-Governing Elite) dan massa. Non-governing elit adalah elit yang tengah mengantri untuk menjadi governing elite. Mereka telah siap dengan aneka superioritas mereka, baik itu Class I maupun Class II.
Massa adalah kelas bawah yang sifatnya non elit. Pareto yakin bahwa kelas berkuasa itu ada di mana-mana, termasuk di dalam negara-negara demokrasi parlementarian. Mereka itu mempertahankan kekuasaan baik dengan senjata maupun konsensus antar kelas yang berkuasa, sehingga “tubuhnya” menjadi membesar. Dengan demikian, bagi Pareto, konsep perwakilan rakyat tidak lebih dari sekadar fiksi belaka (Hartmann, 2007:12-9).
Sirkulasi elit adalah saat individu, atau elemen dari ruling elite digantikan oleh elemen lain dari kelas yang lebih bawah. Atau, bisa pula berwujud keseluruhan ruling elite dijungkalkan oleh elit baru.
Faktor penting yang menentukan bentuk konkrit dari sirkulasi elit ini, adalah hubungan intra-elit antara mereka yang menguasai sifat-sifat yang memungkinkan mereka memainkan peran yang efektif dan mereka yang kekuarangan karakteristik ini. Satu-satunya cara dengan mana proses ini bisa dirampungkan tanpa mengguncang fondasi masyarakat, adalah ruling class terus memelihara diri dengan memasukkan elit-elit baru dari kelas di bawahnya.
Sambil melakukan itu, ruling class membersihkan diri mereka dari anggota yang telah mengalami degenerasi (pembusukan sifat atau pekerjaan). Setelah elit degenerasi dibuang digantilah dengan elit baru yang lebih fresh. Apabila langkah ini tidak dilakukan, maka akan terjadi penumpukkan elemen-elemen superior di stata bawah, sementara elemen-elemen inferior tertumpuk di strata atas. Jika ini terjadi, sirkulasi elit mengalami kemacetan dan berakibat munculnya gerakan revolusioner untuk menjungkalkan elit-eliti inferior yang masih bercokol di strata atas.
Pareto kemudian memperkenal konsep residu dan derivasi. Konsep ini ditentukan oleh hubungan antara residu Class I dan II baik di dalam elit dan massa, atau dengan kata lain, dalam kelas atas dan kelas bawah. Pareto mendefinisikan residu sebagai struktur yang berhubungan dengan emosi yang tidak dapat diubah dalam diri manusia yang memerintah bagian nonlogis yang sifatnya dominan dari tindakan manusia.
Dari 6 kelas residu, Class I mewakili insting melakukan kombinasi. Sementara itu Class II kegigihan mereka secara agregat. Residu yang pertama berpengaruh terhadap inovasi, kegiatan spekulatif (khususnya dalam bidang ekonomi), dan ukuran tertentu seputar skeptisisme. Residu yang kedua terkait dengan kecenderungan stabil di semua area, termasuk kehidupan ekonomi dan sistem kepercayaan dan nilai yang bersifat fix. Seiring berjalannya waktu, residu Class II cenderung melemah di diri kelas atas, biasanya ditandai terlebih dahulu dengan meningkatnya rasa relijiusitas, keinginan main aman, dan kemauan kuat untuk menggunakan kekuatan yang ada pada diri mereka.
Pareto juga berasumsi bahwa ruling class akan sering mencegah atau menyikapi adanya oposisi kekerasan dengan cara-cara seperti melancarkan kelicikan, pengkhianatan, dan penyuapan. Perilaku ini, sepadan dengan tugas memerintah, dalam jangka panjang memberikan pergeseran mencolok dalam mendukung residu Class I sebagai lawan residu Class II.
Sang Rubah, catat Pareto, telah mengalahkan Sang Singa. Di bidang politik, lanjutnya, ini berarti bahwa kepentingan tak berwujud jangka panjang digantikan oleh kepentingan materialistik jangka pendek; dalam istilah ekonomi, hal ini menyiratkan bahwa "penyewa yang berhati-hati" akan digantikan oleh "spekulan yang suka berpetualang dan inovatif"; dan dalam istilah ideologis berarti bahwa kepercayaan akan cita-cita akan digantikan oleh skeptisisme ilmiah.
Pareto mencatat bahwa perubahan ini pada awalnya sepenuhnya berkonsekuensi positif saat kelas penguasa berupaya mempertahankan kekuasaannya. Pendekatan taktis dan bijaksana dalam politik memang dapat membantu menstabilkan posisi. Khususnya ini berlaku saat kelas penguasa berhasil menyerap mayoritas dari massa yang mereka perintah yang memiliki "insting melakukan kombinasi." Dengan cara ini "kelas yang diperintah" akan kehilangan calon pemimpin mereka dan dianggap tidak mampu "memulai sesuatu gerakan yang bersifat tahan lama".
Dalam ekonomi, tulis Pareto, ada alasan bagus untuk menilai penguatan elemen inovatif dan spekulatif. Diakui, lanjutnya, elit yang baru masuk ini akan "membawa kehancuran bagi kekayaan kelas penguasa, tetapi dapat pula sebalikanya yaitu justru malah akan menciptakannya," seperti dengan jelas telah ditunjukkan melalui kemakmuran ekonomi negara-negara Barat yang beradab.
Negara barat muncul menjadi makmur akibat masuknya elit-elit baru ekonomi ke dalam pemerintahan. Elit-elit baru ini bersifat spekulatif dengan insting melakukan kombinasi atas apapun. Residu seperti ini tidak ada di dalam ruling class lama. Pertumbuhan ekonomi yang kuat, Pareto menegaskan, adalah prasyarat utama pemerintah yang menolak penggunaan kekuatan, untuk kemudian beralih ke perilaku yang lebih taktis seperti kelicikan, tipu daya.
Bahaya potensial yang terlibat dalam perpindahan residu Class II sudah terlihat. Pareto berpendapat bahwa, dalam jangka panjang, sifat-sifat positif yang disebutkan di atas tidak akan mampu mencegah terancamnya kekuatan elit penguasa dan akhirnya hancur, untuk kemudian elit baru menggantikan yang lama. Faktor utama di sini adalah keengganan kelas penguasa menggunakan kekerasan. Dengan penurunan terus menerus unsur-unsur kegigihan, kekuatan unggulan kelas pengusa secara bertahap menurun dan akhirnya lenyap sama sekali.
Pareto menjelaskan bahwa dalam masyarakat kontemporer alasan utama kemunduran ini adalah kenyataan bahwa kelas penguasa menghalangi, atau bahkan mencegah, sirkulasi normal para elit. Jika kelas penguasa mencapai suatu titik di mana ia hanya menerima unsur-unsur dari kelas yang diperintah yang bercita-cita sama dengan mereka.
Di sisi lain, kelas bawah akan menampilkan lebih banyak elemen yang ditandai residu ketekunan yang sangat kuat, dan elemen ini "tahu cara menggunakan kekuatan." Mereka, klaim Pareto, segera begitu menggantikan yang lama dan membentuk elite baru, maka seluruh siklus dimulai lagi”. Proses sirkulasi elit ini berlangsung seterusnya, dan seterusnya.
Hartmann, Michael. The Sociology of Elites. London & New York: Routledge, 2007.
Higley, John; Jan Pakulski. “Pareto’s Theory of Elite Cycles: A Reconsideration and Applicatoin”. Joseph V. Femia and Alasdair J. Marshall. Vilfredo Pareto: Beyond Disciplinary Boundaries. Surrey: Ashgate Publishing Limited, 2012.
Krauss, Jeffrey. “Pareto, Vilfredo”. George Thomas Kurian, eds. et.al. Encyclopedia of Political Science. Washington: CQ Press, 2011.
Ouba, O.P. An Introduction to Political Theory. Delhi: MacMillan, 2009.
Untuk sekadar merangkum, kualitas elit dibedakan Pareto menjadi rubah dan singa. Ini mengingatkan kita akan pikiran Machiavelli, "senior" Pareto. Bagi Pareto, singa ditandai oleh keberanian dan lebih cocok untuk berkuasa manakala elit tengah berupaya mempertahankan status quo dalam kondisi stabil. Sementara Rubah ditandai oleh kecerdikan sehingga adaptif dan inovatif untuk mengatasi periode perubahan.
Sirkulasi Elit
Di dalam kelompok elit, Pareto membedakan adanya dua kelompok yaitu “governing elite” dan “non-governing elite.” Governing elite adalah mereka yang tengah memegang kekuasaan. Non-governing elite adalah mereka yang secara konstan (terus-menerus) berusaha menggantikan posisi governing elite dengan menunjukkan kemampuan dan kecanggihan yang lebih baik ketimbang governing elite (Gauba, 2009: 293-4).
Perilaku para elit ditandai oleh persaingan konstan (terus-menerus) antara governing elite versus non-governing elite. Persaingan ini kemudian memunculkan apa yang disebut sebagai sirkulasi elit. Dalam pandangan Pareto, massa tidak memiliki kesempatan untuk memasuki peringkat agar dapat disebuat sebagai bagian dari para elit.
Sirkulasi elit adalah fenomena kebangkitan elit baru dan memudarnya elit lama secara berkelanjutan (The Sociology, 12). Bagi Pareto ini adalah hukum sejarah yang tidak bisa ditolak masyarakat manapun. Pareto memandang bahwa semua masyarakat berisikan dua kategori analitik dan saling berinteraksi. Kategori tersebut adalah massa yang jumlahnya besar tetapi powerless dan powerful elite.
“Powerful elite” ini kemudian dibagi menjadi dua kategori pula, yaitu elit yang memerintah (governing) dan elit yang tidak memerintah (non-governing). Termasuk ke dalam Ruling Elite seluruh anggota kelas yang memainkan peran langsung dan tak langsung di level tertinggi kekuasaan.
Menurut Pareto pula, populasi sebagai keseluruhan, dapat dipecah ke dalam elit bipartit (Governing Elite dan Non-Governing Elite) dan massa. Non-governing elit adalah elit yang tengah mengantri untuk menjadi governing elite. Mereka telah siap dengan aneka superioritas mereka, baik itu Class I maupun Class II.
Massa adalah kelas bawah yang sifatnya non elit. Pareto yakin bahwa kelas berkuasa itu ada di mana-mana, termasuk di dalam negara-negara demokrasi parlementarian. Mereka itu mempertahankan kekuasaan baik dengan senjata maupun konsensus antar kelas yang berkuasa, sehingga “tubuhnya” menjadi membesar. Dengan demikian, bagi Pareto, konsep perwakilan rakyat tidak lebih dari sekadar fiksi belaka (Hartmann, 2007:12-9).
Sirkulasi elit adalah saat individu, atau elemen dari ruling elite digantikan oleh elemen lain dari kelas yang lebih bawah. Atau, bisa pula berwujud keseluruhan ruling elite dijungkalkan oleh elit baru.
Faktor penting yang menentukan bentuk konkrit dari sirkulasi elit ini, adalah hubungan intra-elit antara mereka yang menguasai sifat-sifat yang memungkinkan mereka memainkan peran yang efektif dan mereka yang kekuarangan karakteristik ini. Satu-satunya cara dengan mana proses ini bisa dirampungkan tanpa mengguncang fondasi masyarakat, adalah ruling class terus memelihara diri dengan memasukkan elit-elit baru dari kelas di bawahnya.
Sambil melakukan itu, ruling class membersihkan diri mereka dari anggota yang telah mengalami degenerasi (pembusukan sifat atau pekerjaan). Setelah elit degenerasi dibuang digantilah dengan elit baru yang lebih fresh. Apabila langkah ini tidak dilakukan, maka akan terjadi penumpukkan elemen-elemen superior di stata bawah, sementara elemen-elemen inferior tertumpuk di strata atas. Jika ini terjadi, sirkulasi elit mengalami kemacetan dan berakibat munculnya gerakan revolusioner untuk menjungkalkan elit-eliti inferior yang masih bercokol di strata atas.
Pareto kemudian memperkenal konsep residu dan derivasi. Konsep ini ditentukan oleh hubungan antara residu Class I dan II baik di dalam elit dan massa, atau dengan kata lain, dalam kelas atas dan kelas bawah. Pareto mendefinisikan residu sebagai struktur yang berhubungan dengan emosi yang tidak dapat diubah dalam diri manusia yang memerintah bagian nonlogis yang sifatnya dominan dari tindakan manusia.
Dari 6 kelas residu, Class I mewakili insting melakukan kombinasi. Sementara itu Class II kegigihan mereka secara agregat. Residu yang pertama berpengaruh terhadap inovasi, kegiatan spekulatif (khususnya dalam bidang ekonomi), dan ukuran tertentu seputar skeptisisme. Residu yang kedua terkait dengan kecenderungan stabil di semua area, termasuk kehidupan ekonomi dan sistem kepercayaan dan nilai yang bersifat fix. Seiring berjalannya waktu, residu Class II cenderung melemah di diri kelas atas, biasanya ditandai terlebih dahulu dengan meningkatnya rasa relijiusitas, keinginan main aman, dan kemauan kuat untuk menggunakan kekuatan yang ada pada diri mereka.
Pareto juga berasumsi bahwa ruling class akan sering mencegah atau menyikapi adanya oposisi kekerasan dengan cara-cara seperti melancarkan kelicikan, pengkhianatan, dan penyuapan. Perilaku ini, sepadan dengan tugas memerintah, dalam jangka panjang memberikan pergeseran mencolok dalam mendukung residu Class I sebagai lawan residu Class II.
Sang Rubah, catat Pareto, telah mengalahkan Sang Singa. Di bidang politik, lanjutnya, ini berarti bahwa kepentingan tak berwujud jangka panjang digantikan oleh kepentingan materialistik jangka pendek; dalam istilah ekonomi, hal ini menyiratkan bahwa "penyewa yang berhati-hati" akan digantikan oleh "spekulan yang suka berpetualang dan inovatif"; dan dalam istilah ideologis berarti bahwa kepercayaan akan cita-cita akan digantikan oleh skeptisisme ilmiah.
Pareto mencatat bahwa perubahan ini pada awalnya sepenuhnya berkonsekuensi positif saat kelas penguasa berupaya mempertahankan kekuasaannya. Pendekatan taktis dan bijaksana dalam politik memang dapat membantu menstabilkan posisi. Khususnya ini berlaku saat kelas penguasa berhasil menyerap mayoritas dari massa yang mereka perintah yang memiliki "insting melakukan kombinasi." Dengan cara ini "kelas yang diperintah" akan kehilangan calon pemimpin mereka dan dianggap tidak mampu "memulai sesuatu gerakan yang bersifat tahan lama".
Dalam ekonomi, tulis Pareto, ada alasan bagus untuk menilai penguatan elemen inovatif dan spekulatif. Diakui, lanjutnya, elit yang baru masuk ini akan "membawa kehancuran bagi kekayaan kelas penguasa, tetapi dapat pula sebalikanya yaitu justru malah akan menciptakannya," seperti dengan jelas telah ditunjukkan melalui kemakmuran ekonomi negara-negara Barat yang beradab.
Negara barat muncul menjadi makmur akibat masuknya elit-elit baru ekonomi ke dalam pemerintahan. Elit-elit baru ini bersifat spekulatif dengan insting melakukan kombinasi atas apapun. Residu seperti ini tidak ada di dalam ruling class lama. Pertumbuhan ekonomi yang kuat, Pareto menegaskan, adalah prasyarat utama pemerintah yang menolak penggunaan kekuatan, untuk kemudian beralih ke perilaku yang lebih taktis seperti kelicikan, tipu daya.
Bahaya potensial yang terlibat dalam perpindahan residu Class II sudah terlihat. Pareto berpendapat bahwa, dalam jangka panjang, sifat-sifat positif yang disebutkan di atas tidak akan mampu mencegah terancamnya kekuatan elit penguasa dan akhirnya hancur, untuk kemudian elit baru menggantikan yang lama. Faktor utama di sini adalah keengganan kelas penguasa menggunakan kekerasan. Dengan penurunan terus menerus unsur-unsur kegigihan, kekuatan unggulan kelas pengusa secara bertahap menurun dan akhirnya lenyap sama sekali.
Pareto menjelaskan bahwa dalam masyarakat kontemporer alasan utama kemunduran ini adalah kenyataan bahwa kelas penguasa menghalangi, atau bahkan mencegah, sirkulasi normal para elit. Jika kelas penguasa mencapai suatu titik di mana ia hanya menerima unsur-unsur dari kelas yang diperintah yang bercita-cita sama dengan mereka.
Di sisi lain, kelas bawah akan menampilkan lebih banyak elemen yang ditandai residu ketekunan yang sangat kuat, dan elemen ini "tahu cara menggunakan kekuatan." Mereka, klaim Pareto, segera begitu menggantikan yang lama dan membentuk elite baru, maka seluruh siklus dimulai lagi”. Proses sirkulasi elit ini berlangsung seterusnya, dan seterusnya.
Sumber Bacaan
Hartmann, Michael. The Sociology of Elites. London & New York: Routledge, 2007.
Higley, John; Jan Pakulski. “Pareto’s Theory of Elite Cycles: A Reconsideration and Applicatoin”. Joseph V. Femia and Alasdair J. Marshall. Vilfredo Pareto: Beyond Disciplinary Boundaries. Surrey: Ashgate Publishing Limited, 2012.
Krauss, Jeffrey. “Pareto, Vilfredo”. George Thomas Kurian, eds. et.al. Encyclopedia of Political Science. Washington: CQ Press, 2011.
Ouba, O.P. An Introduction to Political Theory. Delhi: MacMillan, 2009.
0 Komentar
Silakan tulis komentar Anda.