Ad Code

Kemerdekaan Indonesia Dipicu Tan Malaka ?

Tahun 1963 Presiden Sukarno menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Datuk Ibrahim Sutan Malaka a.k.a. Tan Malaka. Setelah Orde Baru berkuasa maka gelar yang sudah tepat tersebut dicabut. Persoalan utamanya adalah politik: Tan Malaka dianggap seorang Komunis dan Orde Baru benci sekali dengan segala hal yang berbau Komunis. 

Padahal, Tan Malaka yang disinyalir ditembak mati oleh Laskar Pesindo tahun 1949 merupakan lawan politik PKI, baik sejak dahulu maupun setelah luluh-lantak akibat Madiun Affair 1948. Kendati merupakan anggota Komintern (Komunis Internasional), Tan Malaka bukanlah seorang Komunis Taqlid Buta. Pada waktu Stalin memutuskan pengharaman aliansi Gerakan Komunis Internasional dengan Gerakan Pan Islamisme Jamaluddin Afghani, Tan Malaka memprotes, menolak, dan akhirnya dikeluarkan dari keanggotaan Komintern. Bagi Tan Malaka, Gerakan Pan Islamisme itu konsisten dalam memerangi kapitalisme, kolonialisme, dan imperialisme Barat yang saat itu banyak menjajah bangsa-bangsa Asia Afrika. 

https://www.ruangguru.com/blog/tan-malaka

Juga, Tan Malaka menolak ikut serta dalam pemberontakan PKI tahun 1926, pemberontakan Komunis di era kolonial yang kemudian gagal total sehingga banyak pimpinannya dibuang pemerintah Kolonial Belanda ke Boven Digul dan tidak sedikit yang menjadi mangsa sia-sia bagi buaya-buaya lapar di sana. Tan Malaka juga merupakan intelektual Indonesia pertama yang memaparkan bahwa Indonesia harus berbentuk Republik, bukan kerajaaan. Argumentasi logisnya ia paparkan secara panjang lebar dalam bukunya Naar de Republiek Indonesia tahun 1920. Logika Tan Malaka ini mempengaruhi Moh. Hatta tahun 1925 dan Sukarno tahun 1930. Dengan demikian, sulit untuk mengatakan bahwa Tan Malaka adalah bukan Bapak Pendiri Bangsa (founding father of Republic Indonesia). 

Tan Malaka juga berseberangan posisi politik dengan Partai Komunis Indonesia yang dipimpin Amir Sjarifuddin. Saat di bawah kepemimpinan Amir dan sebelumnya melalui provokasi Musso, terjadilah Madiun Affair 1948 yang terkenal sebagai Pemberontakan Partai Komunis Indonesia 1948. 

Setelah Jepang kalah perang Asia Timur Raya, Tan Malaka adalah tokoh di belakang para pemuda yang menculik Sukarno-Hatta di Rengasdengklok. Peristiwa penculikan tersebut kemudian mendorong keduanya bersedia memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia setelah melalui serangkaian “drama.” Tanpa provokasi Tan Malaka, maka ada kemungkinan bahwa proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak terjadi tanggal 17 Agustus 1945 atau bahkan sama sekali tidak terjadi, mengingat secara hukum internasional, Jepang wajib menyerahkan Indonesia yang saat itu berstatus wilayah kolonial kepada pemenang perang yaitu pihak sekutu dan dalam hal ini status quo kolonial Indonesia secara de jure adalah Belanda. Buktinya, Belanda ikut dalam balatentara NICA yang kembali datang ke Indonesia setelah Jepang menyerah. Aksi Polisionil I dan II Belanda adalah bukti bahwa bagi Belanda, Indonesia tidak merdeka. Indonesia adalah wilayah koloni sah Belanda secara hukum internasional. 

Lekas setelah Proklamasi, Tan Malaka bersama Jenderal Sudirman membentuk Persatuan Perjuangan (PP). Prinsip utama berdirinya PP adalah segala macam tindakan politik semisal perundingan, diplomasi, pencarian dukungan internasional harus dilandaskan pada satu prinsip final: Kemerdekaan 100% Bagi Indonesia. Bagi Tan Malaka, sudah tidak ada lagi tawar-menawar bagi Kemerdekaan Indonesia. Sebab itulah, Tan Malaka paling banyak berseteru dengan Sjahrir dari kalangan Sosialis dan Amir Sjarifuddin dari kalangan Komunis yang tidak mendasarkan diri, di dalam aneka perundingan yang mereka lakukan, atas dasar Kemerdekaan 100% Bagi Indonesia. 

Tan Malaka bukanlah seorang Komunis anti Tuhan dan Agama. Mengenai hal ini penulis akan membentangkan pendapat asli Tan Malaka atas Islam dalam tulisan kemudian. Tan Malaka sudah berseberangan secara ideologis dan politis dengan Partai Komunis Indonesia. Tan Malaka kemudian mendirikan Partai Musjawarah Rakjat Banjak atau Partai Murba. Bahkan salah satu tokoh partai ini yaitu Adam Malik berhasil menjadi wakil presiden kedua Indonesia setelah Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Partai Murba ini bahkan difusikan oleh Soeharto menjadi blok nasionalis yang tergabung dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI) tahun 1973 bersama dengan Partai Nasionalis Indonesia (PNI), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Partai Katolik. Tentu saja Soeharto tahu siapa pionir pendiri Partai Murba, dong?

Tan Malaka adalah tokoh internasional yang disegani. Bagaimana tidak, ia berani mendebat langsung Stalin pimpinan Komintern yang sekaligus Ketua Partai Komunis Uni Sovyet pada saat Stalin menolak aliansi dengan Pan Islamisme. Kemudian, seperti Jamaluddin Afghani, Tan Malaka secara diaspora berjuang melawan imperialisme Barat tanpa memandang bangsa: Filipina, Canton, Singapura, dan tentu saja berlabuh di Indonesia, tanah airnya. 

Tan Malaka merupakan salah satu orang pilihan Sukarno untuk memimpin gerakan kemerdekaan Indonesia jika ia (Sukarno) atau Hatta terpaksa harus dipanggil Yang Mahakuasa terlebih dahulu. Bocornya pilihan Sukarno-Hatta inilah yang kemungkinan mendorong adanya “pihak-pihak tertentu” mengambil pre-emptive action yaitu dengan mengkonspirasi pembunuhan atas Datuk Ibrahim Sutan Malaka tahun 1949. Analisis tentu beragam, baik yang mendukung atau menolak tesis ini. Semua harus dikembalikan kepada fakta dan data politik aktual saat itu. 

Posting Komentar

0 Komentar