Ad Code

Karl Marx Konflik Abadi Masyarakat

Menurut Karl Marx masyarakat berkembang lewat konflik abadi. Bagi Marx (nama aslinya Moses Mordechai, seorang Yahudi Jerman) sejarah masyarakat selalu ditandai oleh adanya pertentangan antar kelas (dalam konteks penguasaan alat produksi), dan demikian pula perkembangan masyarakat. Jika Gerhard Lenski menyebutkan bahwa teknologilah penyebab utama perkembangan dan perubahan masyarakat. Teknologi selalu bersifat material, yaitu apa yang kemudian dipopulerkan Marx sebagai "alat produksi." 

Marx adalah satu teoretisi konflik yang sejak awal telah "meringkas perubahan masyarakat versi Lenski ke dalam konsepnya sendiri: Materialisme Historis. Konsep ini menjelaskan bahwa sejarah masyarakat tersusun berdasarkan cara-cara produksi material. Materialisme Historis beroperasi dalam kaidah Materialisme Dialektis. Materialisme Dialektis menyatakan bahwa setiap cara produksi (Method of Production) di setiap tahapan perkembangan masyarakat selalu menghasilkan struktur-struktur sosial yang sifatnya khas, berbeda di setiap tahapan, tetapi selalu saling bertentangan. Masyarakat jenis "baru" kemudian muncul sebagai buah pertentangan yang telah terjadi antarstruktur di masyarakat lama.

Karl Marx Konflik Abadi Masyarakat
Karl Marx, "Accumulate, accumulate! That is Moses and the prophets!"
Foto dari: https://kwize.com/quote/5290: 

Cara produksi memburu hewan dan mengumpulkan tanaman menciptakan masyarakat pemburu dan peramu, yang menciptakan kelas tetua suku dan anggota suku. Cara produksi cocok tanam dan domestikasi hewan menciptakan masyarakat hortikultural dan pastoral, yang menciptakan kelas tuan dan budak. Cara produksi pertanian menetap memunculkan masyarakat agraris, yang menciptakan kelas tuan feodal dan penggarap. 

Cara produksi menggunakan mesin dan buruh yang mengoperasikannya memunculkan masyarakat industrial, yang menciptakan kelas borjuis (juga kapitalis) dan proletar. Cara produksi menggunakan komputer dalam mengolah informasi menciptakan masyarakat posindustrial, yang menciptakan kelas produsen dan konsumen informasi.[01] Tentu saja saya agak sedikit mengada-ada, karena zaman Marx menulis teorinya "komputer" belum ditemukan sehingga alat hitung yang digunakan saat itu paling maksimal masih mirip "sempoa." 

Mari kita kembali pada argumentasi Marx. Hal yang hendak saya katakan di sini adalah, bahwa menurut Marx, periode masyarakat yang berbeda tersebut ditandai satu kesamaan: Struktur kelas yang terbentuk adalah cermin cara produksi yang berlaku, dalam mana masing-masingnya (struktur kelas tersebut) selalu bertentangan satu sama lain secara diametral dalam konflik abadi. Bagi Marx, kelestarian konflik hanya akan ada selama masyarakat komunis yang egaliter belum tercipta. Marx tentu belum mengetahui bahwa masyarakat komunis yang diimpikannya tidak pernah terwujud, malah sebaliknya, justru dystopia yang terjadi di era Stalin-Komunis, Mao-Komunis, ataupun Pol Pot-Komunis. 

Kembali ke pikiran Marx, bahwa akibat perbedaan penikmatan keuntungan hasil produksi dan waktu luang yang dimiliki, satu kelas selalu lebih beruntung ketimbang kelas lain. Hal ini membuat struktur sosial senantiasa timpang. Ketimpangan sosial ini bersifat permanen di setiap masyarakat sekaligus merupakan inti pendekatan konflik yang digagas oleh Marx. Ketimpangan sosial senantiasa membuat hubungan antar kelas ekonomi berada dalam ketegangan. Dua kelas selalu berhadapan secara diametral.

Bagi Marx, bukan gagasan yang menciptakan masyarakat melainkan cara-cara produksi material-lah yang menciptakan gagasan. Justru cara-cara produksi-lah yang menciptakan aneka gagasan manusia seputar masyarakat. Inilah penjelasan singkat mengenai Materialisme Historis. Karena Marx menggunakan cara produksi ekonomi sebagai monofaktor kekuatan penggerak perubahan masyarakat maka ia dikenal menganut determinisme ekonomi. Padahal kenyataannya tidaklah demikian dikarenakan banyak teknologi, yaitu alat produksi, justru tercipta karena adanya gagasan, khususnya gagasan untuk mempermudah pekerjaan. 

Marx lalu membelah struktur masyarakat menjadi dua: Infrastruktur dan suprastruktur. Infrastruktur merupakan basis (dasar) suatu masyarakat yaitu cara produksi di bidang ekonomi. Suprastruktur terdiri atas : (1) Lembaga sosial dan (2) Gagasan dan nilai. Infrastruktur adalah fundamen yang membentuk suprastruktur.


Cara produksi ekonomi memunculkan aneka institusi sosial seperti politik, agama, pendidikan, atau keluarga. Institusi-institusi tersebut lalu mengembangkan gagasan dan nilai-nilai aktual yang berlaku di tengah masyarakat. Menurut Marx, gagasan dan nilai-nilai dalam suatu masyarakat hanya dibuat oleh kelas dominan dalam cara produksi, yaitu mereka yang menguasai atau memiliki alat-alat produksi. 

Hanya mereka yang sempat merancang hukum dan aneka peraturan karena waktu luang yang mereka miliki lebih banyak. Akibatnya, gagasan serta nilai apapun yang muncul melulu merupakan instrumen guna memelihara status quo. Di dalam masyarakat industrial, kelas tersebut adalah kapitalis. Kelas ini sengaja menciptakan aneka institusi sosial, gagasan, agama, dan nilai-nilai masyarakat guna mempertahankan ketimpangan struktur sosial yang ada agar dominasi kelas tetap terpelihara. Bahkan, menurut Marx, negara pun tidak lain merupakan instrumen kelas borjuis dan kapitalis untuk memastikan kepatuhan kelas proletar agar terus bekerja sesuai kepentingan mereka.

Telah dipaparkan bahwa suprastruktur yang terdiri atas intitusi sosial, gagasan, serta nilai hanya beroperasi (atau tercipta) guna mendukung cara produksi ekonomi yang ada. Dengan demikian, suprastruktur tidak lain merupakan cerminan dari infrastruktur. 

Jika infrastruktur mengandung hubungan sosial antarkelas yang konfliktual, maka suprastruktur sekadar merupakan instrumen demi melestarikan posisi keberuntungan kelas dominan dan mempertahankan hubungan konfliktual tersebut. Perubahan masyarakat atau perombakan suprastruktur hanya mungkin jika infrastruktur direvolusi. Dalam bukunya Manifesto Partai Komunis, yang ia tulis bersama Friedrich Engels, revolusi tersebut harus dilakukan dengan kekerasan (violence). Tidak ada jalan lain karena kelas penguasa alat dan cara produksi selalu akan mempertahankan kepemilikannya dengan memanfaatkan aparatus negara untuk membela mereka. 

Marx hidup di dalam masyarakat industrial yang tengah berkembang. Dalam masyarakat ini, menurut Marx, terdapat dua kelas utama yaitu kelas yang berkuasa (kapitalis, pemilik alat produksi) dan kelas yang teropresi (proletar, tidak punya alat produksi, pekerja/buruh). Kelas terakhir sekadar menjual tenaga kepada kelas pertama. Marx mempersamakan hubungan kapitalis-protelar era industrial serupa dengan tuan-budak di zaman kuno ataupun tuan tanah feodal-penggarap di era agraris. Kapitalis memperlakukan proletar tidak lebih sebagai alat produksi. Hubungan konfliktual antara kapitalis-proletar bersumber pada penguasaan alokasi kekuasaan dan kesejahteraan hanya di satu kelas. Hubungan yang mungkin hanyalah satu kelas mempertahankan, kelas lain berupaya merebutnya.

Situasi konfliktual ditandai pula peran uang yang telah muncul sebelumnya. Secara pesimis, Marx melihat uang sebagai tanda keterasingan manusia dari lingkungannya. Saat uang belum ditemukan, kepemilikan ditandai benda-benda riil misalnya ternak, gandum, gerobak, yang menunjukkan hubungan langsung manusia dengan alam. Saat uang ditemukan, ternak dikonversi menjadi uang, gandum dikonversi menjadi uang, dan gerobak dikonversi menjadi uang. Manusia tidak lagi berhubungan dengan benda-benda riil (alamiah) melainkan lewat simbol-nya: Uang. Manusia dijauhkan dan menjadi terasing dari alam. 

Konversi benda riil menjadi uang menambah peluang akumulasi kekayaan secara lebih timpang. Apa yang diwakili uang tidak lagi tepat melukiskan kondisi riil benda alamiah. Dalam kasus upah pekerja misalnya, kapitalis memberikannya dalam nilai uang yang ketika dikonversi pekerja menjadi benda alamiah (sembako misalnya) ternyata tidak cukup guna menghidupi diri dan keluarganya. 

Selain uang, sebagai penyebab keterasingan manusia, Marx juga merinci keterasingan (alienasi) lain dalam masyarakat industrial, yaitu: [02]

1. Alienasi dari tindakan bekerja. 

Ideal Marx adalah, dalam bekerja orang bisa memenuhi kebutuhan sekaligus mengembangkan potensi individualitas. Namun, dalam pola kerja pabrik pekerja tidak menghasilkan barang dan skill yang dibutuhkan untuk bekerja sehingga menyebabkan kemampuan kreatifnya stagnan.

2. Alienasi dari hasil pekerjaan. 

Produk yang dihasilkan pekerja bukan milik si pekerja melainkan milik si kapitalis. Produk tersebut dijual oleh kapitalis demi profit. Bagi Marx, semakin banyak si pekerja menginvestasikan tenaganya dalam proses produksi, sesungguhnya ia semakin banyak kehilangan hasilnya. Marx merinci kondisi ini dengan teorinya tentang nilai lebih (surplus value).

3. Alienasi dari pekerja lain. 

Lewat tindakan bekerja, bagi Marx, orang seharusnya mampu membangun ikatan sosial dalam komunitas. Dalam masyarakat industrial, pekerja satu dengan pekerja lain justru malah terpisah dan diperparah oleh pola hubungan sosial yang kompetitif sehingga kesempatan membangun ikatan komunitas menjadi kecil atau cenderung tidak ada.

4. Alienasi dari potensi kemanusiaan. 

Masyarakat industrial ibarat mesin. Pekerja baru merasakan kedirian manusianya kala jam istirahat saja.


Sumber Kutifan

[01] Kelas produsen dan konsumen adalah inisiatif penulis. Analisis Marx hanya sampai masyarakat industrial.

[02] John J. Macionis, Sociology, 14th Edition (Boston: Pearson, 2011) p. 87-8.

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Bacaan yang menarik, dapat saya pahami dan izin saya jadikan referensi bahan ajar untuk anak didik saya terkait materi **revolusi industri. Terimakasih.

    BalasHapus

Silakan tulis komentar Anda.