Ad Code

Asal Mula Nama Indonesia secara Politis Sosiologis dan Geografis

Konsep Indonesia merupakan campuran aneka gagasan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya, sejarah, bahkan post-colonialism.[01] Sebelum Indonesia yang dikenal kini, konsep Indonesia sebagai sebuah bangsa awalnya tidak ada. 

Jika kita lihat peta, maka Indonesia terdiri atas rangkaian pulau yang tersebar dari Sabang yang paling Barat hingga daerah Merauke di paling Timur. Dari Sangir di paling Utara hingga Timor di paling Selatan. Hampir di setiap wilayah di kisaran pulau tersebut dihuni masyarakat berbeda, dengan budaya yang berbeda pula. Lalu, apa yang bisa dikatakan sebagai Indonesia?

Indonesia awalnya adalah sebuah gagasan. Gagasan kesatuan yang abstrak, yang meliputi wilayah jajahan Belanda. Gagasan yang kiranya masih baru dan terus mengalami perubahan dan adaptasi hingga saat ini. Gagasan yang kerap menghadapi sejumlah penolakan, separatisme, dan dekonstruksi ideologi hingga saat ini. Dari genealogi gagasan maka upaya pemotretan dimensi sosial dan budaya Indonesia berawal.

Kini, Indonesia adalah sebuah negara dengan hampir 17.504 pulau yang tersebar di antara benua Asia dan Australia. Hampir setiap pulau (walau tidak semuanya) dihuni oleh etnis dengan budaya yang spesifik. Satu sama lain berbeda. Lalu, bagaimana konsep Indonesia lahir? 


Asal Mula Nama Indonesia secara Politis Sosiologis dan Geografis
George Samuel Windsor Earl
https://www.hetanews.com/article/220379/mengenal-earl-penemu-nama-indonesia

Menurut R.E. Elson, kata Indonesia pertama kali digagas George Samuel Windsor Earl, pengamat sosial dari Inggris tahun 1850. Kata yang ia gagas adalah Indu-nesians. Saat itu Earl mencari istilah etnografis untuk mengklasifikasi cabang ras Polinesia yang menghuni kepulauan Hindia, kepulauan yang kini merupakan wilayah Indonesia yang dahulunya berada di bawah jajahan Belanda. Atau, istilah untuk menggambarkan ras-ras berkulit coklat di Kepulauan Hindia. Setelah menggagas konsep Indu-nesians Earl batal menggunakan lalu menggantinya dengan Malayunesians. 

Namun, rekannya bernama James Logan menganggap kata Indu-Nesian – kemudian disebut Indonesian – lebih tepat ketimbang Malayunesians dalam melukiskan aspek geografis ketimbang etnografis. Kata Indonesian Logan merupakan akronim dari Indian Archipelagian dan maknanya ada dalam konteks geografis. James Logan ini juga yang seringkali dirujuk sebagai pionir pengguna istilah Indonesia.

Elson melanjutkan, pada tahun 1877 Ernest Theodore Hamy, antropolog Perancis, tercatat telah menggunakan kata Indonesia saat mendeskripsikan kelompok-kelompok ras prasejarah dan pra-Melayu tertentu di kepulauan nusantara. Pada tahun 1880, langkahnya dilanjutkan antropolog Inggris bernama Agustus Henry Keane yang mengikuti penggunaan Hamy seputar konsep Indonesia. Di tahun yang sama, istilah Indonesia dalam pengertian geografis juga digunakan ahli bahasa Inggris (Britton), N.B. Dennys. Tahun 1882, administrator kolonial sekaligus ahli bahasa Melayu dari Inggris bernama Sir William Edward Maxwell mengikuti praktek Dennys.

Senada dengan Elson, Jan B. Avé menyatakan bahwa penggunaan istilah Indonesia mulai meluas, yang diantaranya dipicu penggunaannya oleh Adolf Bastian pada 1884–1894. Bastian, seorang etnograf berkebangsaan Jerman menggunakan kata Indonesia sebagai judul dari 5 (lima) jilid karyanya berjudul Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel. Konsep Indonesia yang digunakan Bastian mengikuti pemahaman yang sebelumnya disampaikan Logan sehingga kerap terjadi kekeliruan menyebut Bastian ini sebagai penemu konsep Indonesia. 

Dalam karya Bastian, kata Indonesia yang digunakan kurang jelas. Dari kelima jilid bukunya, ia hanya mencantumkannya pada judul dan kata Indonesia hampir tidak pernah digunakan dalam body text karyanya tersebut, sekurangnya pada jilid pertama. Namun, karena reputasi ilmiah Bastian yang tinggi – ia dianggap Bapak ilmu antropologi dalam gagasan dasar universal – membuat sejumlah sarjana mengikuti penyebutannya atas Indonesia. Indonesia yang dimaksud Bastian ada di dalam daftar isi karyanya yang telah disebut, mengacu pada pemahaman geografis, di mana ia menyebut wilayah-wilayah kepulauan Maluku, Timor dan kepulauannya, Sumatra, Borneo (Kalimantan), Celebes (Sulawesi), dan Jawa.[02]

Karena reputasi Bastian pula, maka pada September 1885, G.A. Wilken, seorang etnograf dan mantan pejabat Hindia Belanda (sekaligus profesor di Universitas Leiden Belanda) juga menggunakan istilah Indonesia. Wilken termasuk pendiri etnologi Indonesia perbandingan. Sebab mengikut pada Bastian, maka Wilken ini juga memaksudkan istilah Indonesia secara geografis, sama seperti James Logan sebelumnya. Selain Wilken, penggunaan kata Indonesia juga dilakukan oleh Johan Hendrik Caspar Kern seorang perintis ilmu perbandingan bahasa Austronesia. Menariknya menurut Avé, baik Wilken maupun Kern berprofesi sebagai profesor di Universitas Leiden dan keduanya lahir di nusantara. [03]

Kedua tokoh ini, Wilken dan Kern, lalu mendiseminasi konsep Indonesia pada kalangan sarjana di Universitas Leiden khususnya dan Belanda umumnya. Kebetulan, Universitas Leiden adalah kampus tujuan para penempuh pendidikan tinggi pribumi asal Hindia-Belanda. Wilken mendefinisikan konsep Indonesië dalam menyebut kepulauan Hindia termasuk Borneo Utara dan Barat Daya, Timor Timur, dan Papua Nugini Barat. Wilken menganggap ketiga wilayah tersebut punya keterkaitan sejarah dan kultural dengan wilayah nusantara lainnya. Wilken menggunakan kata Indonesiërs dalam melukiskan kesamaan bahasa dan ciri-ciri budaya yang serupa, yang bahkan mencakup pula sejumlah kelompok etnik di Madagaskar, semenanjung Asia Tenggara, hingga beberapa kelompok populasi aborigin di pulau Taiwan. [04]

Para perkembangan kemudian, istilah Indonesia tidak lagi merujuk pada aspek geografis. Istilah itu juga kerap dipakai dalam konteks etnis dan budaya. Sejak karya Adolf Bastian, istilah Indonesia juga berfungsi menjabarkan suatu kawasan yang dihuni orang-orang dengan ciri etnis dan budaya yang mirip. Ciri tersebut meliputi bahasa, fisik, dan adat. Indonesia adalah kata sifat yang digunakan untuk mewakili ciri-ciri tersebut, sementara kata Indonesian merujuk pada orang-orang dengan ciri-ciri umum seperti itu, yang juga kadang digunakan untuk menggambarkan populasi pulau Madagaskar hingga Formosa.

Menurut Elson, gagasan Indonesia sebagai lingkup politik terbangun atas tiga aspek. Aspek pertama adalah statement politik pejabat Belanda bernama Joannes Benedictus van Heutsz, seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda, yang pada tahun 1909 menyatakan bahwa Belanda telah meluaskan otoritasnya hingga seluruh penjuru terjauh Nusantara. Monumen peringatan peristiwa tersebut didirikan tahun 1932 dan kini terletak di kompleks Masjid Cut Meutia, Menteng, Jakarta. Aspek kedua adalah integrasi horisontal seluruh wilayah Indonesia. Integrasi ini tercipta akibat: [05]

  1. angkutan, terutama rel kereta api dan jalan di Jawa serta jalur laut yang dibangun perusahaan perkapalan Belanda, Koninklijk Paketwaart maatschappij;
  2. kesamaan mata uang;
  3. Melayu sebagai lingua-franca dagang Nusantara;
  4. sistem administratif, pajak, dan hukum yang terpusat; dan
  5. wilayah-wilayah seperti Yogyakarta, Makassar, Medan, bahkan Kupang tidak bisa lagi dikatakan terisolasi dari pusat (Batavia/Jakarta).

Salah satu faktor kuat tersemainya integrasi horisontal ini adalah sumbangan Malaka, selaku bandar dagang penting kawasan nusantara. Ricklefs mengutip Tome Pires, yang menginventarisasi interaksi simbiosis-mutualistis wilayah-wilayah nusantara dalam persoalan dagang. Tabel di bawah ini mendeskripsikan komoditas yang dipertukarkan serta jalur hubungan wilayah di dalam proses interaksi perdagangan tersebut: [06] 


Seluruh perkembangan di atas semakin merumitkan kegiatan ekonomi – terutama di masa Belanda – di seantero kepulauan sehingga merangsang migrasi atau motif perantauan skala besar lintas wilayah Indonesia. Ini misalnya akibat meluasnya perkebunan di Sumatra Timur serta transmigrasi yang disponsori pemerintah Belanda maupun kemauan sendiri.

Dampak aktivitas ini adalah meningkatnya kontak antara berbagai ras dan etnis di Indonesia. Tercipta kondisi saling paham menggantikan persaingan yang marak sebelumnya. Pemahaman ini dipertegas lewat digunakannya bahasa Melayu sebagai pengantar, yang penggunaannya meluas hingga ke seluruh bagian kepulauan nusantara.

Kini Indonesia telah memperlihatkan bentuknya sebagai kesatuan politis. Ekses negatif kesatuan yang bersifat politis adalah terjadinya pembongkaran, pengabaian, serta pembentukan ulang hubungan-hubungan ekonomi dan budaya yang sudah ada. Ekonomi kolonial yang berpusat di Jawa dijadikan model, dengan fokus pada pemberian fasilitas kepada negara-negara Barat yang mengimpor produk dari kawasan tropis. Menurut Vlekke, sebelum Jawa menjadi sentral politik, wilayah-wilayah lain di kepulauan nusantara lebih condong meniru Singapura dan Penang, karena kedua wilayah tersebut lebih terintegrasi ke dalam jalur perdagangan antarnegara. 

Namun, akibat kuasa kolonial, mereka harus memindahkan jalur perdagangan ke pulau Jawa dan mengikuti pola ekonomi pemerintah kolonial yang berkedudukan di Jawa (khususnya Batavia). Ekses lain dijadikannya Jawa sebagai model adalah terisolasinya kawasan Indonesia Timur dari dunia luar. Isolasi ini menyebabkan aneka keunggulan kompetitif mereka di dalam perdagangan antar bangsa berkurang kekuatannya. Di sisi lain, posisi negara Hindia-Belanda menjadi kuat, terpusat, birokratis, diatur dari dan dibentuk berdasarkan pengalaman model pemerintahan kolonial di Jawa.

Aspek ketiga munculnya gagasan politik Indonesia adalah gerakan yang dilakukan para perintis pergerakan nasional Indonesia untuk membentuk sebuah nation baru. Mereka terdiri atas para aktivis surat kabar, mahasiswa, pemeluk agama (Islam), bahkan birokrat pribumi yang bekerja pada Belanda.

Seperti telah dipaparkan sebelumnya, penggunaan kata Indonesia terdiseminasi pada kalangan intelektual di Universitas Leiden khususnya dan Belanda umumnya lewat pengaruh dua skolar Belanda, Wilken dan Kern. Ke universitas ini pula, kalangan pribumi Indonesia banyak yang menempuh pendidikan tinggi. Gagasan Indonesia yang beredar di sana, yang sebelumnya hanya memiliki muatan geografis, historis, linguistik, kini siap diberi muatan politis dengan datangnya para mahasiswa asal Hindia Belanda.

Di penghujung tahun 1917 para penempuh ilmu asal nusantara sepakat membentuk Indonesisch Verbond van Studeerenden, suatu federasi yang dibentuk para mahasiswa asal Hindia Belanda yang belajar di Universitas Leiden di The Hague. Di dalam perhimpunan ini terdapat suatu kelompok bernama Perhimpunan Hindia yang kemudian menerbitkan buletin Hindia Poetra

Selain Leiden, di The Hague juga berdiri Indonesisch Persbureau tahun 1919 yang dijalankan oleh Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) salah satu eksil politik dari Partai Hindia yang sebelumnya beroperasi di Hindia Belanda. Salah satu kegiatan Indonesisch Persbureau adalah menerbitkan selebaran bernama Indische Monografieën

Di Belanda inilah kemudian Indische Vereeniging mengubah namanya menjadi Indonesische Vereeniging tahun 1922 dan akhirnya tahun 1924 menjadi Perhimpoenan Indonesia. [07] Sejak titik ini dan kemudiannya, konsep Indonesia telah memiliki muatan politik yang cukup dan matang untuk mencapai upaya penentuan nasib sendiri bangsa di wilayah jajahan Hindia Belanda dengan puncaknya pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.</>



Catatan Kaki

[01] R.E. Elson, The Idea of Indonesia: Sejarah Pemikiran dan Gagasan (Jakarta: Serambi, 2008). h.1-11. Penjelasan selanjutnya, sebelum diseling footnote lain, dilakukan mengikuti pendapat R. E. Elson ini.

[02] Jan B. Avé, Indonesia, Insulinde and Nusantara: Dotting the i’s and crossing the ‘t (Bijdragen tot de Taal, Land en Volkenkunde 145 (1989), No. 2/3, Leiden) pp. 220-234.

[03] ibid. Keduanya juga lahir di Indonesia: Wilken lahir di Tomohon, Minahasa (Sulut) sementara Kern lahir di Purworejo (Jateng).

[04] ibid.

[05] R.E. Elson, The Idea ..., op.cit.

[06] M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (Jakarta: Serambi, 2008) h. 58-9.

[07] Jan B. Avé, Indonesia ..., op.cit. Jurnalnya yaitu Hindia Poetra berubah nama menjadi Indonesia Merdeka tahun 1923.

Posting Komentar

0 Komentar